TERBAKARNYA PERPUSTAKAAN ALEXANDRIA KUNO
Kejayaan sebuah
bangsa pada masa kuno tidak hanya diukur dari kemegahan bangunannya, namun juga
dari seberapa lengkap dan megahnya perpustakaan kerajaan yang mereka miliki,
karena perpustakaan negara itulah yang menyimpan semua kemegahan bangsa
tersebut jikalau bangunan-bangunan megah mereka runtuh suatu saat kelak.
Perpustakaan seperti itu jugalah yang merupakan ajang unjuk gengsi, karena
membuktikan ilmu pengetahuan bangsa mereka berada diatas bangsa-bangsa lain.
Perpustakaan juga merupakan rujukan penting bagi raja dan para pejabat negara
untuk mengambil keputusan dan kebijakan, serta tempat berkumpulnya para
cendekiawan kerajaan maupun dari luar kerajaan untuk bertukar pengetahuan.
Alasan-alasan itupun mendasari pendirian Perpustakan Alexandria. Perpustakaan
ini dibangun untuk menarik orang-orang bijak dari berbagai belahan dunia agar
datang ke Mesir.
Keberadaan
Perpustakaan Alexandria diketahui dan mulai dicatat pertama kali dalam sejarah modern
justru melalui penemuan inkripsi kuno yang ditulis Tiberius Claudius Balbius dari Roma, Italia pada tahun 56 SM. Dia
menyebutkan sebuah perpustakaan yang sangat besar telah dibangun di Alexandria,
Mesir. Alexandria dibawah pemerintahan Dinasti
Ptolemy, menurut Atlas Of The Greek
World, merupakan pusat perdagangan dan budaya dunia. Keluarga Ptolemy adalah
kalangan intelektual. Ptolemy I Soter adalah ahli sejarah, Ptolemy II
Philadelphus adalah ahli hewan, Ptolemy
III Eurgetes adalah ahli literatur, sedangkan Ptolemy IV adalah penulis naskah drama. Masing-masing memilih
ilmuwan terkemuka sebagai pembimbing anak-anaknya dan memberi dorongan kepada
para cendekiawan untuk tinggal di Alexandria.
Ptolemy I Soter mendirikan kuil untuk para
musai, dan mendirikan tempat belajar
didalam kuil tersebut yang disebut musaeum
(cikal bakal kata museum), dimana itu adalah tempat orang-orang terpelajar
melakukan pertemuan kelompok dan berbagi pengetahuan mereka, sehingga banyak
yang menganggap Perpustakaan Alexandria dibangun oleh Ptolemy I Soter. Pendapat
ini tidak salah karena Musaeum menjadi
Perpustakaan Utama Kerajaan.
Perpustakaan-perpustakaan
kerajaan diperkirakan dibangun sempurna pada awal abad ke-3 SM oleh Ptolemy II Philadelphus, yang
dikabarkan membeli seluruh perpustakaan Aristoteles, namun di masa Ptolemy III Eurgetes lah perpustakaan
berkembang pesat. Ptolemy III Eurgetes merupakan putra dari Ptolemy II
Philadelphus yang naik takhta setelah ayahnya meninggal pada tahun 246 SM.
Dibawah kendali Ptolemy III Eurgetes, koleksi Perpustakaan Alexandria meningkat
pesat. Seluruh warga pendatang Alexandria diwajibkan memberikan beberapa buku
pada perpustakaan. Ptolemy III Eurgetes juga memerintahkan mencari perangkat
untuk untuk mendukung aktivitas perpustakaan. Agar mendapat kualitas terbaik,
Ptolemy III Eurgetes mencarinya keseluruh wilayah Mediterania, Rhodes, hingga
Athena. Pada masa Ptolemy III Eurgetes di tahun 246 SM, terdapat beberapa
lokasi perpustakaan. Perpustakaan utama yaitu Musaeum yang dibangun oleh Ptolemy I yang berada di dekat istana kerajaan dan yang satu lagi,
perpustakaan yang lebih kecil berada di tempat pemujaan Dewa Serapis, yang
dikenal dengan nama Serapeum yang
dibangun oleh Ptolemy II Philadelphus. Perpustakaan Serapeum inilah yang bertahan berabad-abad lamanya hingga peristiwa
yang dinamakan Penghancuran Perpustakaan Alexandria itu benar-benar terjadi. Selain
itu ada juga perpustakaan lain yang bernama perpustakaan Cesarion.
Pada puncak
kejayaannya Alexandria berpenduduk sekitar 600.000 jiwa. Pada masa itu,
pelabuhan Alexandria sangat ramai dikunjungi berbagai kapal. Ptolemy III
memerintahkan agar semua kapal di pelabuhan Alexandria harus diperiksa, jika
ditemukan buku-buku, maka buku-buku itu akan disalin, dan salinan-salinan itu
dikembalikan kepada pemiliknya sedangkan buku yang asli disimpan dalam perpustakaan.
Umumnya awak-awak kapal itu selalu membawa buku untuk menemani perjalanan. Ketika
kapal berlabuh, para pemuka kota mengunjungi awak kapal, mengambil buku mereka
dan menyalin isinya. Salinan ini ditulis diatas gulungan kertas papirus, lalu
diletakkan di perpustakaan. Jenisnya bermacam-macam dari mulai puisi dan
sejarah hingga retorika, filsafat, agama, pengobatan, ilmu pengetahuan alam,
dan ilmu hukum. Sang raja konon sangat ingin membawa Mesir menuju peradaban
yang tinggi. Alasan ia memerintahkan agar menyalin seluruh buku di dunia untuk
menjadi koleksi perpustakaan ini agar seluruh masyarakat bisa belajar berbagai
pengetahuan dan hikmah.
Sebanyak 43.000
manuskrip gulung yang berada di Serapeum
dapat diakses oleh khalayak umum, sedangkan 500.000 manuskrip lainnya yang di
simpan di musaeum terbatas hanya
untuk kalangan pengajar, cendekiawan, dan keluarga raja. Manuskrip-manuskrip
ini kian bertambah jumlahnya sehingga menembus angka 700.000 manuskrip.
Sebagai perbandingan, Perpustakaan Sorbonne pada abad 14 yang
merupakan perpustakaan terbesar pada masanya hanya memiliki koleksi 1700 buku.
Semua buku di perpustakaan disusun menurut temanya. Beberapa catatan sejarah
menyebutkan beberapa koleksi Perpustakaan Alexandria yang berharga antara lain
koleksi syair-syair terkenal seperti Homer, Hesiod, Sappho, Appolonius,
Theocritus, dan Aratos. Koleksi drama terkenal antara lain berasal dari
Sophocles, Euripedes, dan Aristophanes. Khusus koleksi filsafat terdapat
buku-buku karangan Plato, Aristoteles, dan Philon. Sedangkan untuk kategori
sejarah, perpustakaan ini memiliki koleksi Hecataeus dari Abdera dan Herodotus.
Juga ada buku-buku fisika seperti buku karya Archimedes, Hipparchus, dan
Hypatia. Perpustakaan ini juga memiliki koleksi buku-buku kedokteran diantaranya
Medicine Corpus karya Hippocrates, dan Anatomi karya Herophilus.
Satu-satunya salinan Undang-undang Roma Purba yang ditulis 700 tahun sebelum
kelahiran Yesus Kristus juga dikoleksi disini. Di perpustakaan inilah, pada
masa pemerintahan Ptolemy II Philadelphus, 72 cendekiawan Yahudi menerjemahkan
kitab-kitab bahasa Ibrani kedalam bahasa Yunani dan menghasilkan karya Septuaginta yang termasyur itu.
Sebelum menjadi
koleksi, umumnya salinan ini diperiksa lebih dulu oleh para editor
perpustakaan. Editor pertama perpustakaan ini adalah Demetrius Phalareus. Editor alias Kepala Perpustakaan Alexandria
merupakan jabatan bergengsi dimasa itu. Tidak sembarang orang yang bisa
menduduki jabatan tersebut. Meski lokasi perpustakaan berada di Mesir, tapi
kepala kepala perpustakaan tidak mesti orang Mesir. Salah satunya adalah editor
terkenal yang berasal dari Yunani yaitu Erasthostenes,
seorang cendekiawan yang lahir di Syrene (275 SM). Erasthostenes adalah seorang
murid cerdas yang menempuh pendidikan di Alexandria dan Athena. Ia adalah
filsuf, ahli matematika, dan astronom pada masa Raja Ptolomy III. Selama
menjabat sebagai kepala perpustakaan, ia berhasil mengembangkan metode bilangan
prima dan metode pengukuran keliling bumi. Ia banyak mengamati berbagai
kejadian sederhana di bumi, misalnya setiap tanggal 21 Juni, semua dasar sumur
di Shina (Aswan) pinggiran sungai Nil terkena cahaya matahari, artinya matahari
benar-benar tegak lurus. Ditanggal yang sama di Alexandria, Erathostenes
melihat tugu-tugu membentuk bayangan karena sinar matahari, sehingga membuat
dia percaya bahwa bumi berbentuk bulat. Erosthotenes
mengalami kebutaan pada tahun 195 SM, namun ia tetap semangat mempelajari ilmu
dan menyebarkannya ke khalayak hingga dia wafat setahun kemudian (194 SM).
Beberapa editor terkenal lainnya adalah Zenodotus dari Ephesus (3 SM),
Aristophanes dari Byzantium (2 SM), Aristarchus dari Samorthrace (2 SM), dan
seorang ahli tata bahasa, Didymus Chalcentrerus (1 SM).
Jika dilihat
dari asal para editor ini maka dapat disimpulkan bahwa Perpustakaan Alexandria
memiliki reputasi yang sangat tinggi karena mampu menarik banyak orang pandai
dari berbagai belahan dunia. Terbukti banyak orang non-Mesir yang bersedia yang
bersedia menjadi editor alias kepala perpustakaan. Hal ini dimungkinkan karena
penguasa memang memposisikan Alexandria sebagai kota intelektual. Di kota ini
banyak diselenggarakan berbagai pertemuan intelektual, tempat orang-orang
bertukar pikiran mengenai sejarah, filsafat, sastra, ilmu eksakta, dll. Perpustakaan
ini juga menjalin hubungan dengan perpustakaan lain. Salah satunya dengan Perpustakaan Pergamun (Yunani) yang
dibangun oleh Raja Eumenes II. Ilmuwan kedua perpustakaan ini saling bertukar
ilmu dan pemikiran.
Selain
mengoleksi buku-buku, perpustakaan ini juga bekerja keras untuk membuat sejarah
Mesir lengkap. Bahkan, upaya ini melibatkan banyak sejarawan dari berbagai
negara. Diodorus, sejarawan terkenal pada masa tersebut merekam usaha tersebut
dalam laporannya yang berbunyi, “Bukan
hanya pemuka Mesir saja yang bekerja keras menyusun sejarah Mesir, tapi juga
orang-orang Yunani yang berasal dari tempat-tempat yang jauh seperti Thebes.
Dibawa pengarahan Ptolemy dari Lagos, mereka bekerja sangat cermat.”
Diketahui beberapa di antara sejarawan Yunani yang dimaksud adalah Manethon dan
Hecateaus dari Abdera.
Berdasarkan catatan
sejarah, para sejarawan berpendapat bahwa perpustakaan utama Musaeum terbakar sehingga perpustakaan Serapeum menjadi perpustakaan utama.
Penulis Kristen, Tertullian (155-230
M) menulis dalam bukunya The Apology bahwa
buku-buku dalam perpustakaan para raja Ptolemy itu disimpan dalam perpustakaan Serapeaum, termasuk juga salinan dari Septuaginta. Surat-surat dari Aristeas (seorang Yahudi Alexandria)
pada abad 1 M juga mendukung pendapat ini, dia menulis bahwa
manuskrip-manuskrip dari Perpustakaan Utama Kerajaan telah dipindahkan ke
perpustakaan Musaeum. St. Yohanes Chrysostom juga diketahui
merujuk pada koleksi perpustakaan Serapeaum
dalam pidatonya pada penduduk Antiokhia karena perpustakaan itu memiliki versi
asli dari Septuaginta.
Sungguh sangat
disayangkan, kemegahan perpustakaan besar ini berkali-kali dihantam nasib
buruk. Para sejarawan berpendapat ada beberapa peristiwa-peristiwa yang diduga merusak
bahkan menghancurkan perpustakaan ini.
Pertama adalah
pembakaran kota Alexandria oleh Julius
Caesar saat dia berperang dengan Ptolemy
XIII pada tahun 48 SM (berdasarkan Kronik
Perang Alexandria karya Titus Livius). Caesar memerintahkan pembakaran
terhadap kendaraan-kendaraan kerajaan namun apinya menjalar ke seluruh bagian
kota dan juga melalap perpustakaan. Caesar sendiri menulis dalam bukunya Alexadrian Wars bahwa, “Api yang dibakar pasukan Roma untuk membakar
angkatan laut Mesir di pelabuhan Alexandria juga melahap sebuah gudang penuh
dengan papirus yang berlokasi di pelabuhan.” Namun sejarawan modern
membantah hal ini karena lokasi Perpustakaan Alexandria bukan terletak di dekat
pelabuhan. Hal yang membatalkan tuduhan pada Caesar adalah buku Geography karya Strabo, yang mengunjungi Alexandria pada tahun 25 SM dimana bukunya
menggunakan referensi yang berada didalam Perpustakaan Alexandria yang artinya
Perpustakaan itu masih ada pada saat itu. Para penuduh Caesar menggunakan dasar
tulisan dari beberapa penulis klasik yaitu Life
Of Caesar oleh Plutarch yang ditulis pada abad 1 M, Attic Nights oleh Aulus Gellius (Abad 2 M),
dan beberapa sejarawan lain yang menyebutkan bahwa pasukan Caesar tidak sengaja
membakar perpustakaan tersebut, namun kemungkinan besar para sejarawan ini
keliru atas arti kata Yunani dari Bibliothekas
yang berarti kumpulan buku dan Bibliotheka
yang artinya Perpustakaan, sehingga mereka berpikir pembakaran buku-buku yang
disimpan didekat pelabuhan Alexandria adalah pembakaran Perpustakaan
Alexandria.
Kedua adalah penyerangan yang
dilakukan bangsa Aurelian pada abad
3 SM.
Selain
kejadian-kejadian diatas, beberapa pendapat yang masih merupakan dugaan
menyebutkan bahwa kaum Kristen juga turut bertanggung-jawab kehancuran
perpustakaan ini. Pendapat ini muncul karena ada kejadian pada tahun 272 M dan
391 M dimana terjadi huru-hara di kota Alexandria saat terjadi bentrok antara
penganut pagan dan penganut Kristen dimana orang Kristen berusaha menghapus
paganisme dari Alexandria yang menyebabkan terjadinya penghancuran Perpustakaan
Serapeum itu. Dugaan ini didasari
oleh catatan sejarah dimana Paus Theophilus
dari Alexandria memerintahkan dihancurkannya kuil-kuil pagan termasuk Serapeaum karena perpustakaan itu
merupakan perpustakaan kuil. Namun perlu diketahui, Serapeaum disebut perpustakaan kuil karena dibangun berdekatan
dengan kuil namun bukan dibangunan yang sama, sehingga para sejarawan modern
menolak pendapat ini karena berkeyakinan pembakaran kuil tidak mempengaruhi
perpustakaan disebelahnya, karena perpustakaan Serapeaum selain menyimpan berbagai buku pagan, perpustakaan ini
juga menyimpan berbagai buku sains, filsafat Yahudi dan Kristen, dan juga
sejarah yang menguatkan kisah-kisah sejarah yang tercatat di Alkitab. Hingga
abad ke 6 M, masih ditemukan catatan-catatan sejarah sebagai referensi yang
menguatkan bahwa perpustakaan serapeaum
masih ada, termasuk juga catatan dari filsuf Alexandria abad ke 5 M, Ammonius, dalam buku-bukunya, yang
mengambil beberapa rujukan dari beberapa buku di Perpustakaan Serapeaum termasuk dari dua salinan The Categories yang dikarang oleh
Aristoteles.
Pendapat
lainnya yang juga masih merupakan dugaan adalah tindakan Khalifah Umar Bin Khattab, saat invasi ke Alexandria dibawah
komando Amr Ibn Al Aas yang merebut
Alexandria pada tahun 640 M, sehingga diduga menyebabkan musnahnya Perpustakaan
Alexandria. Amr Ibn Al Aas melaporkan
pada Umar Bin Khattab tentang Perpustakaan Alexandria tersebut, dan menunggu
perintah selanjutnya. Sembari menunggu perintah Umar Bin Khattab, Amr Ibn Al
Aas mengijinkan beberapa cendekiawan untuk mengunjungi perpustakaan tersebut.
Adapun termasuk dalam para cendekiawan itu adalah Philoponus murid Ammonius dan Philaretes
murid Philoponus (penulis buku medis tentang detak jantung). Saat surat dari Umar
Bin Khattab tiba maka, seperti dikutip, demikianlah jawabannya, “Jika apa yang ditulis sesuai dengan Kitab
Tuhan, buku-buku itu tidak diperlukan. Jika tidak sesuai, buku-buku tersebut
tidak diinginkan. Hancurkan.” Pendapat ini didukung oleh buku-buku karangan
para penulis muslim sendiri. Al Qifti
dalam bukunya, History Of Wise
menuliskan bahwa pembakaran buku-buku itu berlangsung dalam enam bulan, sedangkan
buku-buku yang terselamatkan hanyalah buku-buku Aristoteles, Euclid (pakar
matematika), dan Ptolemy. Para sejarawan muslim lainnya pun setuju dengan
pendapat ini. Mereka adalah Al Makrizi
dalam bukunya Sermons adan Lessons in the
Mention of Plans and Lessons in the Mention of Plans and Monument, Ibn Al Nadim dalam bukunya The Index, dan juga dalam buku History Of Islamic Urbanization karya Georgy
Zeidan.
Namun, dua
tindakan tersebut (oleh pengikut Kristen dan oleh Umar Bin Khattab) merupakan
dugaan yang terus diperdebatkan, meskipun latar belakang sejarahnya berasal
dari sejarah yang sebenarnya.arena
reputasinya yang luar biasa dimasa lalu, pemerintah Mesir lalu membangun
kembali Perpustakaan Alexandria. Pembangunan memakan biaya USD. 230 juta.
Dananya diperoleh secara patungan dari beberapa negara Arab dan Eropa. Perpustakaan Alexandria
yang baru, dibangun didekat lokasi perpustakaan lama di kota Alexandria.
Perpustakaan besar ini mampu menampung 8 juta buku. Bangunannya menyerupai
silinder, dengan banyak jendela. Salah satu dindingnya dihiasi potongan batu
granit bertuliskan simbol huruf seluruh dunia sehingga jika malam tiba
menimbulkan efek dramatis dari permukaan air yang memantulkan cahaya lampu
jalan berwarna keemasan. Konon, bangunan yang dirancang oleh biro arsitek asal
Norwegia Snohetta tersebut menyerupai aslinya.
Perpustakaan
Alexandria modern memiliki banyak koleksi berharga, diantaranya 5.000 koleksi penting
berupa manuskrip klasik tentang aneka pengetahuan dari abad 10 M- 18 M, juga ada catatan penting
Napoleon yang berjudul Description
de’Egypt, yang menceritakan peristiwa penyerbuan Prancis ke kota
Alexandria. Koleksi penting lainnya adalah manuskrip keagamaan termasuk salinan langka Al-Quran.
Sumber data:
Dunia Perpustakaan
Warta, Volume XVIII No. 4, 2013,
Perpustakaan Nasional RI
The Alexandria Link, Steve Berry,
2011
Artikel terkait:
Jika anda ingin mengikuti Blog ini Silakan Masukkan Email Anda Di Subscribe.
YANG HARUS DINGAT
-
Mal Ratu Luwes di Pasar Legi yang terbakar Pada Kerusuhan Mei 1998 Masih segar teringat diingatan kita semua tragedi 16 tahun silam...
-
Raden Mas Soewardi Soerjaningrat ( Suwardi Suryaningrat , sejak 1922 menjadi Ki Hadjar Dewantara , EYD: Ki Hajar Dewantara , beberapa...
-
bagi calon wisudawan Universitas Slamet Riyadi Surakarta dapat mendowload Blanko persyaratan wisuda di blog ini Download Blanko Wisuda ...
-
Republik Turki, yang dahulu negara berbentuk monarki yang terkenal dengan nama OTTOMAN, atau Ottoman Empire. Ottoman atau Turki Utsmani m...
-
Kepemimpinan Orde Baru dibuat geger pada 15 Januari 1974, persis 40 tahun lalu. Timbul perlawanan pertama digalang mahasiswa...
-
Prof. dr. Sp.F, Marsekal Muda Anumerta Abdulrachman Saleh lahir di Jakarta , 1 Juli 1909 – meninggal di Maguwoharjo , Sleman , ...
-
Kejuaraan dunia untuk balap motor pertama kali diselenggarakan oleh Fédération Internationale de Motocyclisme (FIM), pada tahun 1949. ...
-
Abdul Muis adalah sastrawan terkemuka Indonesia juga seorang jurnalis, aktivis partai politik dan pejuang kemerdekaan yang berperan besar...
-
Lomba Desain Logo Oi yang diselenggarakan oleh Yayasan Orang Indonesia (YOI) diikuti ratusan peserta Silaturahmi Nasional Oi 1999 di Des...
-
belum selesai hiruk pikuk peringatan lahirnya Presiden RI pertama yaitu kemaren tanggal 06 juni. sekilas ini kami coba uraikan kembal...
ARTIKEL LAINNYA
0 komentar for this post