TRAGEDI KERUSUHAN MEI 1998
Mal Ratu Luwes di Pasar Legi yang terbakar Pada Kerusuhan Mei 1998 |
Masih segar teringat diingatan kita semua tragedi 16 tahun silam, kerusuhan yang meluluhlantakan kota Solo hingga rata dengan tanah. tepatnya tanggal 14-15 Mei, terjadi pembakaran dan pengrusakan
rumah-rumah penduduk serta fasilitas-fasilitas umum sehingga menyebabkan
kota Solo lumpuh selama beberapa hari. Berbagai bangunan di Jalan
Slamet Riyadi menjadi sasaran anarki massa. Kantor-kantor, bank-bank,
serta kawasan pertokoan, antara lain Matahari Beteng, dirusak dan
dijarah massa. Mobil-mobil di jalanan dibakar dan dihancurkan. Di
sejumlah kawasan Solo lainnya seperti di Nusukan, Gading, Tipes, Jebres,
serta hampir seluruh penjuru kota juga meletus aksi serupa. Kerusuhan
kian meluas. Massa di hampir seantero kota turun ke jalan melakukan
pelemparan dan pembakaran bangunan maupun mobil dan motor. Bahkan juga
penjarahan. Asap mengepul di mana-mana. Di Jalan Slamet Riyadi yang
semula hanya terjadi pelemparan, berganti pembakaran. Di antaranya Wisma
Lippo Bank dan Toko Sami Luwes. Supermarket Matahari Super Ekonomi
(SE), serta Cabang Pembantu (Capem) Bank BCA di Purwosari, yang semula
hanya dilempari, akhirnya dibakar. Di Solo bagian utara, massa membakar
Terminal Bus Tirtonadi. Tak kurang dari empat bus ikut dibakar. Di Solo
bagian barat, amuk massa juga menerjang Kantor Samsat, Jajar. Selain
itu, Plasa Singosaren berlantai tiga turut pula dihanguskan. Monza Dept
Store di sebelahnya, diremuk, juga toko sepatu Bata dan beberapa toko
lain. Peristiwa kerusuhan juga terjadi di kawasan Gading dan sekitarnya.
Kerusuhan tak hanya di Solo. Massa di barat Kampus UMS bergerak ke
barat dan melakukan kerusuhan di Kartasura. Mereka membakar Kantor Bank
BCA, Lippo, Danamon serta ATM BII, di samping pertokoan serta sebuah
supermarket di Jalan Raya Kartasura, Sukoharjo, Toserba Mitra. Diler
Suzuki, salon, toko kain, toko elektronik serta toko mebel dibakar. Pada
Jumat 15 Mei, aksi perusakan dan pembakaran masih berlanjut. Sekitar
pukul 07.00 WIB masyarakat dikejutkan oleh asap hitam tebal yang
membubung ke angkasa dari kawasan Gladak. Ternyata, Plasa Beteng telah
dibakar massa. Setelah itu berturut-turut sejumlah tempat yang semula
luput dari amukan massa pada hari sebelumnya, akhirnya disasar juga.
Toserba Ratu Luwes, Luwes Gading, pabrik plastik di Sumber serta puluhan
tempat lain dibakar dan dijarah massa. Begitu juga pembakaran terhadap
kendaraan roda dua dan empat masih terjadi di beberapa jalanan.
Kerusuhan kemudian merambat menjadi kerusuhan rasial, para perusuh itu menyerang pertokoan yang kebanyakan milik orang Tionghoa,
tergambar dengan hampir semua toko di eks Karesidenan Surakarta (Solo
Raya) tertulis ‘Milik Pribumi’, sekalipun tulisan itu bukan cara ampuh
untuk menghindari perusakan, penjarahan hingga pembakaran.
Siang hari tanggal 14 Mei peristiwa tersebut selesai. Banyak
toko-toko besar yang hangus terbakar seperti Pasar Singosaren, SE
Purwosari hingga rumah Harmoko dan bioskop di Solo Baru juga tidak luput
dari bidikan massa. Menurut saksi mata, amuk massa di Solo, 14-15 Mei
itu, ada yang memprovokasi. Dua saksi, seorang guru dan seorang alumnus
sebuah PTS menyatakan pelaku kerusuhan adalah sekelompok orang dengan
dandanan khas. ”Mereka berkelompok 10 sampai 20 orang, menutup muka
dengan sapu tangan dan melakukan provokasi sepanjang jalan agar warga
ikut merusak.” Kedua orang itu menyatakan kesaksian mereka dalam dialog
kerusuhan yang diadakan SMPT UMS, 12 Juni. Ketika asap kebakaran mulai
sirna dan emosi massa mulai menurun, baru diketahui bahwa kerusuhan
selama dua hari itu ternyata telah menelan korban jiwa 33 orang. Mayat
mereka yang telah dalam keadaan hangus diketahui setelah dilakukan
bersih-bersih atas puing-puing amuk massa. Dari 33 mayat itu, 14 di
antaranya ditemukan terpanggang di dalam bangunan Toserba Ratu Luwes
Pasar Legi. Sedangkan 19 lainnya terpanggang di Toko Sepatu Bata kawasan
Coyudan. Di sisi lain, akibat banyaknya toko, swalayan, dan tempat
usaha lain (lebih dari 500 buah) dirusak massa, mengakibatkan sekitar
50.000 hingga 70.000 tenaga kerja Solo menganggur. Menurut catatan
Akuntan Publik Drs Rachmad Wahyudi Ak MBA, yang juga Managing Partner
KAP Djaka Surarsa & Rekan Solo, kerugian fisik usaha yang ada di
plasa dan supermarket mencapai sekitar Rp 189 miliar. Sementara, nilai
total kerugian di Solo total Rp 457,5 miliar, sementara sumber lain memperkirakan kerugian mencapai 600 miliar
Dua bulan setelah kerusuhan lewat, Solo di malam hari masih seperti
kota mati, seperti di hari-hari dekat setelah kerusuhan. Toko-toko, juga
kantor bank, masih poranda dan sebagian atau seluruhnya hangus bekas
dibakar–Toko Serba-ada Super Ekonomi, Bank Central Asia, Bank Bill,
warung Pizza Hut, Pasar Swalayan Gelael, Toko Serba-ada Sami Luwes, Toko
Elektronik Idola, dan sejumlah toko kecil. Pascatragedi tersebut,
berbagai wajah bangunan dan pertokoan di beberapa wilayah Kota Solo juga
tampak mengalami perubahan. Perubahan itu bisa ditandai dengan
berubahnya wajah bangunan itu menjadi bangunan yang lebih rapat,
tertutup dan dihiasi oleh terali-terali besi. Bangunan yang secara
arsitektur dulunya terbuka dan berwarna transparan tersebut, kini
menjadi tertutup. Wajah lain yang tampak adalah mulai banyak hadirnya
pintu dan portal di mulut gang-gang kampung. Pintu dan portal itu
kebanyakan terbuat dari besi, dan di beberapa tempat dilengkapi oleh pos
jaga/pos satpam, dan pada jam-jam tertentu bahkan ditutup rapat-rapat,
sehingga tak memungkinkan orang bebas keluar masuk. Tak hanya perumahan
elite, namun kampung-kampung juga. Jika ada yang masuk dan keluar,
semuanya bisa terpantau, terawasi dan terkontrol.
Beberapa bulan usai kerusuhan Mei, di penghujung tahun 1998, Kota
Solo kembali menderita kerusakan meski tidak begitu parah. Pos-pos
polisi dan rambu-rambu jalan dirusak dan dibakar anak-anak muda yang
marah karena ditertibkan polisi saat balapan liar di jalan umum.
Kerusuhan kembali terjadi pada Oktober 1999 seiring gagalnya Megawati
memenangi pemilihan presiden dalam SU MPR. Balaikota, kantor pembantu
gubernur, sejumlah kantor bank, serta fasilitas-fasilitas publik lainnya
rata dengan tanah setelah dibakar massa pada hari itu juga. Julukan
kota sumbu pendek semakin melekat bagi Solo. Sejarawan Solo Sudarmono,
mencatat sejak 1965 hingga 1999 telah terjadi 8 kali kerusuhan berskala
kecil maupun besar di kota pusat kebudayaan Jawa tersebut.
Hingga saat ini tidak ada dibangun monumen untuk memperingati hal
ini, dan lembaran hitam sejarah ini mulai dilupakan penduduk kota Solo.
Artikel terkait:
Jika anda ingin mengikuti Blog ini Silakan Masukkan Email Anda Di Subscribe.
YANG HARUS DINGAT
-
Mal Ratu Luwes di Pasar Legi yang terbakar Pada Kerusuhan Mei 1998 Masih segar teringat diingatan kita semua tragedi 16 tahun silam...
-
Raden Mas Soewardi Soerjaningrat ( Suwardi Suryaningrat , sejak 1922 menjadi Ki Hadjar Dewantara , EYD: Ki Hajar Dewantara , beberapa...
-
bagi calon wisudawan Universitas Slamet Riyadi Surakarta dapat mendowload Blanko persyaratan wisuda di blog ini Download Blanko Wisuda ...
-
Republik Turki, yang dahulu negara berbentuk monarki yang terkenal dengan nama OTTOMAN, atau Ottoman Empire. Ottoman atau Turki Utsmani m...
-
Kepemimpinan Orde Baru dibuat geger pada 15 Januari 1974, persis 40 tahun lalu. Timbul perlawanan pertama digalang mahasiswa...
-
Prof. dr. Sp.F, Marsekal Muda Anumerta Abdulrachman Saleh lahir di Jakarta , 1 Juli 1909 – meninggal di Maguwoharjo , Sleman , ...
-
Kejuaraan dunia untuk balap motor pertama kali diselenggarakan oleh Fédération Internationale de Motocyclisme (FIM), pada tahun 1949. ...
-
Abdul Muis adalah sastrawan terkemuka Indonesia juga seorang jurnalis, aktivis partai politik dan pejuang kemerdekaan yang berperan besar...
-
Lomba Desain Logo Oi yang diselenggarakan oleh Yayasan Orang Indonesia (YOI) diikuti ratusan peserta Silaturahmi Nasional Oi 1999 di Des...
-
belum selesai hiruk pikuk peringatan lahirnya Presiden RI pertama yaitu kemaren tanggal 06 juni. sekilas ini kami coba uraikan kembal...
ARTIKEL LAINNYA
0 komentar for this post